Related Websites

Kamis, 23 April 2009

Bersikap Cerdas dalam Menerima Kekalahan

Bersikap Cerdas dalam Menerima Kekalahan

Oleh : Miqdad

Prosesi pesta rakyat khususnya pemilu legislatif telah usai pada tanggal 9 April lalu, namun hal tersebut menciptakan persaingan keras bagi calon legislatif baik di internal dan eksternal partai politik.

Sebab sebanyak 11.215 caleg memperebutkan 560 kursi DPR, dan 1.109 orang bersaing mendapatkan 132 kursi DPD. Selain itu, sekitar 112. 000 orang bertarung untuk mendapatkan 1.998 kursi di DPRD provinsi dan 1,5 juta orang bersaing merebut 15.750 kursi DPRD kabupaten/kota, (www.kpu.go.id). Hal yang paling pasti dalam persaingan itu adalah ada yang terpilih menjadi wakil rakyat, dan ada pula yang tidak.

Untuk para politisi yang berhasil meraup suara rakyat agar melaksanakan janji – janjinya ketika ia berkampanye. Lalu untuk calon legislatif yang tidak terpilih , apakah pernyataan siap menang dan siap kalah itu bisa diterima dan dipertanggung jawabkan? Menerima kemenangan lebih mudah daripada menerima kekalahan.

Semoga semua caleg yang bertarung jauh-jauh hari telah mempersiapkan diri untuk menerima kekalahan. Tidak sebaliknya, jauh-jauh harus sudah berangan-angan menjadi anggota legislatif. Menjadi seorang wakil rakyat harus berdasarkan keinginan untuk mengabdikan diri kepada negara , bukan didasari oleh kekuasaan dan harta semata. Sebab, sejumlah kekecewaan itu dialami para caleg ambisius yang gagal menggapai kursi anggota legislatif.

Yang tidak bisa menerima kekalahan sebagai suatu kewajaran dalam pertarungan yang selalu ada menang dan kalah. Tidak sanggup menerima kekalahan akan sangat memengaruhi mental dan dapat mengguncang kejiwaan. Dikhawatirkan, rumah sakit jiwa menjadi rumah baru bagi para caleg yang kalah itu. Sebab hal yang paling memilukan dihati saya adalah kemarin ketika membaca di beberapa media massa yang memberi kabar seorang calon legislator yang berasal dari Kota Banjar nekat gantung diri, dikarenakan tidak lolos.

Tulisan ini bukan bermaksud under estimated terhadap para calon legislatif yang tidak terpilih pada pemilu legislatif 2009 kali ini. Tetapi lebih mengajak bagaimana caranya untuk membangun cara berfikir dan memiliki sikap yang cerdas dalam menerima kekalahan , serta peran partai politik dalam membangkitkan semangat caleg yang tidak terpilih. Pola berfikir yang harus dibangun yaitu menganggap seluruh biaya yang dikeluarkan selama bertarung memperebutkan kursi legislatif sebagai sedekah kepada masyarakat. Apa yang telah diberikan kepada masyarakat jangan dianggap sebagai nilai yang harus dibayar masyarakat dengan suara di hari pemilihan umum. Berfikir seperti itu , para caleg yang tidak terpilih secara tidak langsung adalah orang yang mengabdikan diri kepada Negara dan masyarakat. Sebab tidak terpilihnya para caleg yang telah berjuang pada pemilu legislatif kali ini, bukan berarti ‘kalah’ dalam segalanya.

Hal yang harus ditunjukkan kepada masyarakat adalah sikap siap kalah secara berani. Sebab hal tersebut dapat membangun kedewasaan politik, kecerdasan politik dan ketulusan atau keikhlasan politik. Keikhlasan politik hanya dapat terjadi jika di dalam diri para politisi telah tertanam motivasi dalam perjuangan politiknya, yakni ingin menyejahterakan rakyat, tidak lebih. Ketiadaan keikhlasan dalam berpolitik biasanya selalu melahirkan kekecewaan dan penyesalan ketika menghadapi kekalahan. Apalagi misalnya, persaingan yang berujung pada kekalahan itu telah menelan materi yang tidak sedikit, hingga rumah digadai dan mobil dijual.

Mengutip pernyataan Ketua Forum Jejaring Komunikasi Kesehatan Jiwa (FJKKJ) dr G Pandu Setiawan, SpKJ (pada KOMPAS 09 April 2009) Anggota keluarga juga memiliki peran dengan menghibur dan menasihati kepada caleg yang gagal terpilih pada Pemilu, 9 April 2009, sehingga dapat mencegah kemungkinan depresi berat bagi caleg yang bersangkutan.

Sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan caleg yang gagal terpilih akan menderita depresi, karena masih ada keluarga dan kelompok masyarakat terdekat yang mampu membantu mencegah timbulnya depresi.

Tanggung Jawab Partai Politik

Calon anggota legislatif bisa mendapatkan nomor urut karena direkrut oleh partai politik. Beberapa alasan partai politik melirik caleg yang bersangkutan karena memiliki kapasitas, kualitas bahkan karena popularitas. Namun, beberapa caleg memberanikan diri untuk mendaftar ke partai politik dengan berbagai alasan, diantaranya ikut merubah nasib bangsa, hanya sekedar coba-coba sampai hanya untuk memenuhi kuota tertentu.

Lolos tidaknya caleg bisa ikut dalam pemilu adalah wewenang partai politik. Partai politik merasa diuntungkan dengan banyaknya caleg yang ada karena dipastikan akan bekerja keras untuk mendapatkan suara bagi caleg yang bersangkutan dan tentunya untuk partai. Namun sayang, partai politik terkesan hanya memanfaatkan si caleg tanpa dibarengi dengan pemahaman yang jelas tentang apa maksud dan tujuan dari pencalegan ini. Bahwa, jabatan legislator adalah sebuah amanah dan pengabdian yang membutuhkan keikhlasan dalam berjuang.

Partai politik seharusnya juga memberikan pemahaman kepada caleg agar harus benar-benar rasional dalam mengeluarkan dana dan materi. Selain itu, parpol juga harus memberikan pemahaman terhadap peta politik kepada para calegnya, sehingga mereka bisa menghitung kalkulasi menang atau kalahnya dalam pemilu. Ini penting karena banyak caleg yang sama sekali tidak tahu menahu tentang peta politik dan prediksi terhadap parpol yang bersangkutan.

Namun apa mau dikata, ibaratnya nasi sudah menjadi bubur. Karena ketidaktahuan dan kenekatan para caleg, kini mereka harus menderita karena beban yang mereka pikul terlampau berat. Untuk itu, kini saatnya partai politik ikut andil dalam membina kembali para caleg yang telah berjuang untuk partainya. Jangan hanya mengambil untung dari para caleg, namun disaat mereka membutuhkan bantuan, para pengurus parpol seakan tutup mata dengan keadaan ini.

Parpol harus memberikan dukungan dan bimbingan moral kepada para caleg yang gagal bahwa jabatan sebagai anggota legislative bukanlah satu-satunya jalan untuk mengabdi. Masih banyak lahan untuk memberikan darma bhaktinya untuk ibu pertiwi ini.

Celakanya, penyesalan itu bermuara pada keputusasaan yang tidak dapat terkontrol, yang akhirnya melahirkan sakit jiwa. Maka, bagi segenap politisi, harus berfikir cerdas dan bersikap siap mental dalam berpolitik, dengan melakukan tindakan yang terukur dan rasional sesuai dengan kapabilitasnya, baik itu kapabilitas intelektual, material, maupun moral, etika dan nurani.

Dalam pertarungan demokrasi, kalah atau menang adalah kehendak yang harus diterima. Pemenangpun harus bijak, tidak harus bertepuk dada tetapi harus mawas diri. Bahwa kehendak menang itu adalah amanah dari masyarakat yang harus diperjuangkan. Sedangkan kehendak kalahpun, akan menjadi terhormat bila dengan sikap jantan memberi selamat kepada pemenang. Kekalahan adalah kemenangan tertunda yang harus diperjuangkan dalam pertarungan berikutnya dengan penuh mawas diri dan kerja keras. ***

Penulis adalah Mahasiswa, Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU
Dimuat di Harian Analisa 23 April 2009.
http://analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=13027:bersikap-cerdas-dalam-menerima-kekalahan&catid=78:umum&Itemid=131

Tidak ada komentar:

Posting Komentar