Related Websites

Senin, 13 April 2009

Meredam Konflik Pasca Pemilu Legislatif 2009


Pemilu legislatif telah diselenggarakan pada tanggal 9 April 2009. Suhu perpolitikan pun kian memanas, seiring dengan persaingan di antara para calon legislatif. Lobi–lobi politik pun cukup intens dilakukan oleh para calon presiden yang akan bertarung dalam pada pilpres mendatang.
Ketatnya persaingan antarcalon legislatif, disinyalir menjadi salah satu pemicu konflik dalam Pemilu. Kondisi ini jelas memacu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) juga harus bekerja ekstra keras untuk bisa mewaspadai sejak dini kemungkinan terjadinya konflik selama pelaksanaan Pemilu.
Konflik tersebut muncul, apabila terdapat perbedaan pendapat, persaingan dan pertentangan di antara sejumlah individu, kelompok atau organisasi dalam upaya mendapatkan atau mempertahankan sumber-sumber dari keputusan yang dibuat untuk memperebutkan kekuasaan.
Konflik kekerasan merupakan fenomena yang selalu hadir (inherent omni-presence) dalam setiap pandangan dan kepentingan di antara kelompok-kelompok masyarakat dalam partai politik yang telah menjadi hal sangat alamiah dan sulit sekali untuk dihindarkan. Akan tetapi, hal itu akan menjadi persoalan besar tatkala cara untuk mengekspresikan perbedaan kepentingan diwujudkan dalam ekspresi yang tidak demokratis.
Kekerasan, atau apapun namanya, tidak akan bernilai positif. Bahkan sebaliknya, kekerasan hanya akan menarik dan memunculkan persoalan baru atau kekerasan lebih besar. Kekerasan hanya mewariskan penderitaan dan kesengsaraan bagi korbannya. Peradaban bangsa Indonesia ini akan semakin terpuruk jika budaya kekerasan terus disemaikan.
Benturan kepentingan dan perbedaan ideologi, baik yang bersifat horizontal antara kelompok partai yang satu dengan partai lainnya dari para pendukung calon legislatif masing-masing serta masyarakat dengan panitia KPU pun bisa menyebabkan konflik, bila pada tingkat KPUD, yang tidak bersifat netral terutama saat penghitungan suara. Karena bagaimanapun, dalam kondisi tersebut banyak terjadi kecurangan politik. Yang sudah seharusnya bisa direduksi oleh setiap panitia pengawas Pemilu 2009. Ada beberapa cara untuk mencegah yang harus dilakukan oleh KPU Pusat, Panwaslu dan KPUD jika nantinya terjadi konflik pasca Pemilu legislatif 2009. Pertama, perlu dilakukan koalisi pemerintah pusat dan daerah yang stabil di antara partai-partai politik.
Kedua, perlunya penerapan prinsip proporsionalitas. Menurut prinsip ini, posisi-posisi pemerintahan daerah yang penting didistribusikan kepada partai-partai politik, sesuai dengan proporsi jumlahnya dalam keseluruhan penduduk.
Ketiga, diterapkannnya sistem saling veto. Yakni sebuah siswam di mana keputusan politik tidak akan diputuskan tanpa disetujui oleh semua partai politik yang berkonflik.
Kekerasan sebagai letupan kristalisasi atas ketidakpuasan massa terhadap perbedaan, politik haruslah bisa diredam dan disikapi dengan kepala dingin serta mengedepankan nalar yang kritis secara arif dan bijaksana dalam memandang sebuah persoalan politik. Bukan lantas mengusung egoisme serta anarkisme secara brutal dalam menyelesaikan masalah sosial-politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar